PERBEDAAN CERPEN DAN NOVEL

Apa Perbedaan Cerpen dan Novel . . .???
 
Kita tentu pernah mengetahui banyak sekali cerpen dan novel yang tersedia di toko buku. Seringkali kita juga membaca kedua jenis karya sastra tersebut, namun banyak juga yang belum mengetahui apa perbedaan cerpen dan novel tersebut. Kita dapat mengetahui perbedaan keduanya dari ciri – ciri kedua jenis karya sastra tersebut. Banyak sekali perbedaan yang dapat diungkapkan ketika kita membandingkan kedua jenis karya sastra tersebut.

Apa Perbedaan Cerpen dan Novel

  Perbedaan cerpen dan novel terletak pada alur yang terdapat dalam karya sastra tersebut. Cerpen menggunakan alur yang sederhana dalam pembuatannya, sementara novel menggunakan alur yang sangat kompleks untuk menggambarkan kejadian – kejadian yang ada pada cerita tersebut. Seringkali kita melihat bahwa dalam satu novel memiliki berbagai macam alur, baik alur maju, flashback, atau bahkan alur campuran. 
Perbedaan kedua karya sastra tersebut juga dapat dilihat dengan jelas dalam unsur intrinsik yang lain, yakni pada bagian konflik. Pada bagian konflik, cerpen tidak menekankan adanya perubahan nasib pada tokoh yang ada dalam cerita tersebut. Hal yang berbeda ditunjukkan oleh novel, dimana novel mengharuskan adanya perubahan nasib pada tokoh yang terdapat dalam cerita tersebut. Hal ini dikarenakan jalan cerita yang terdapat pada novel sangatlah rumit, maka perubahan nasib dari tokoh dalam cerita layak untuk dipaparkan. 
Dalam novel, konflik yang terjadi merupakan konflik dengan berbagai macam jenis, terutama konflik batin para tokoh yang harus terjadi. Sementara itu dalam cerpen, konflik batin yang dialami oleh tokoh tidak harus diceritakan. Jika melihat panjangnya cerita, cerpen yang notabene memiliki singkatan cerita pendek memiliki cerita yang lebih pendek jika dibandingkan novel yang mempunyai cerita yang sangat panjang. 

Apa Perbedaan Cerpen dan Novel

Panjangnya cerita dalam kedua karya sastra tersebut dipengaruhi oleh jumlah tokoh yang berada dalam cerita tersebut. cerpen cenderung memiliki sedikit tokoh dan permasalahan yang diceritakan merupakan permasalahan tunggal. Sedangkan novel memiliki lebih banyak tokoh dan permasalahan yang diceritakan pun permasalahan yang sangat kompleks. Dari segi setting cerita, cerpen memiliki setting waktu yang hanya sebentar atau terbatas pada waktu tertentu. Sementara novel memiliki cakupan waktu yang lebih lama.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS
Read Comments

PANTUN

 


Tutup
Pantun (jawi: ڤنتون) merupakan salah satu jenis puisi lama yang sangat luas dikenal dalam bahasa-bahasa Nusantara. Pantun berasal dari kata patuntun dalam bahasa minangkabau yang berarti "petuntun". Dalam bahasa Jawa, misalnya, dikenal sebagai parikan, dalam bahasa sunda dikenal sebagai paparika, dan dalam bahasa Batak dikenal sebagai umpasa (baca: uppasa). Lazimnya pantun terdiri atas empat larik (atau empat baris bila dituliskan), setiap baris terdiri dari 8-12 suku kata, bersajak akhir dengan pola a-b-a-b dan a-a-a-a (tidak boleh a-a-b-b, atau a-b-b-a). Pantun pada mulanya merupakan sastra lisan namun sekarang dijumpai juga pantun yang tertulis.
Semua bentuk pantun terdiri atas dua bagian: sampiran dan isi. Sampiran adalah dua baris pertama, kerap kali berkaitan dengan alam (mencirikan budaya agraris masyarakat pendukungnya), dan biasanya tak punya hubungan dengan bagian kedua yang menyampaikan maksud selain untuk mengantarkan rima/sajak. Dua baris terakhir merupakan isi, yang merupakan tujuan dari pantun tersebut.
karmina dan talibun merupakan bentuk kembangan pantun, dalam artian memiliki bagian sampiran dan isi. Karmina merupakan pantun "versi pendek" (hanya dua baris), sedangkan talibun adalah "versi panjang" (enam baris atau lebih).

Peran pantun

Sebagai alat pemelihara bahasa, pantun berperan sebagai penjaga fungsi kata dan kemampuan menjaga alur berfikir. Pantun melatih seseorang berfikir tentang makna kata sebelum berujar. Ia juga melatih orang berfikir asosiatif, bahwa suatu kata bisa memiliki kaitan dengan kata yang lain.
Secara sosial pantun memiliki fungsi pergaulan yang kuat, bahkan hingga sekarang. Di kalangan pemuda sekarang, kemampuan berpantun biasanya dihargai. Pantun menunjukkan kecepatan seseorang dalam berpikir dan bermain-main dengan kata.
Namun, secara umum peran sosial pantun adalah sebagai alat penguat penyampaian pesan.

Struktur pantun

Menurut Sutan Takdir Alisjahbana fungsi sampiran terutama menyiapkan rima dan irama untuk mempermudah pendengar memahami isi pantun. Ini dapat dipahami karena pantun merupakan sastra lisan.
Meskipun pada umumnya sampiran tak berhubungan dengan isi kadang-kadang bentuk sampiran membayangkan isi. Sebagai contoh dalam pantun di bawah ini:
Air dalam bertambah dalam
Hujan di hulu belum lagi teduh
Hati dendam bertambah dendam
Dendam dahulu belum lagi sembuh
Beberapa sarjana Eropa berusaha mencari aturan dalam pantun maupun puisi lama lainnya. Misalnya satu larik pantun biasanya terdiri atas 4-6 kata dan 8-12 suku kata. Namun aturan ini tak selalu berlaku.

Jenis-jenis pantun

  • Pantun Adat
Menanam kelapa di pulau Bukum
Tinggi sedepa sudah berbuah
Adat bermula dengan hukum
Hukum bersandar di Kitabullah
Ikan berenang lubuk
Ikan belida dadanya panjang
Adat pinang pulang ke tampuk
Adat sirih pulang ke gagang
Lebat daun bunga tanjung
Berbau harum bunga cempaka
Adat dijaga pusaka dijunjung
Baru terpelihara adat pusaka
Bukan lebah sembarang lebah
Lebah bersarang di buku buluh
Bukan sembah sembarang sembah
Sembah bersarang jari sepuluh
Pohon nangka berbuah lebat
Bilalah masak harum juga
Berumpun pusaka berupa adat
Daerah berluhak alam beraja
  • Pantun Agama
Banyak bulan perkara bulan
Tidak semulia bulan puasa
Banyak tuhan perkara tuhan
Tidak semulia Tuhan Yang Esa
Daun terap di atas dulang
Anak udang mati di tuba
Dalam kitab ada terlarang
Yang haram jangan dicoba
Bunga kenanga di atas kubur
Pucuk sari pandan Jawa
Apa guna sombong dan takabur
Rusak hati badan binasa
Asam kandis asam gelugur
Ketiga asam si riang-riang
Menangis mayat di pintu kubur
Teringat badan tidak sembahyang
  • Pantun Budi
Bunga cina di atas batu
Daunnya lepas ke dalam ruang
Adat budaya tidak berlaku
Sebabnya emas budi terbuang
Di antara padi dengan selasih
Yang mana satu tuan luruhkan
Diantara budi dengan kasih
Yang mana satu tuan turutkan
Apa guna berkain batik
Kalau tidak dengan sujinya
Apa guna beristeri cantik
Kalau tidak dengan budinya
Sarat perahu muat pinang
Singgah berlabuh di Kuala Daik
Jahat berlaku lagi dikenang
Inikan pula budi yang baik
Anak angsa mati lemas
Mati lemas di air masin
Hilang bahasa karena emas
Hilang budi karena miskin
Biarlah orang bertanam buluh
Mari kita bertanam padi
Biarlah orang bertanam musuh
Mari kita menanam budi
Ayam jantan si ayam jalak
Jaguh siantan nama diberi
Rezeki tidak saya tolak
Musuh tidak saya cari
Jikalau kita bertanam padi
Senanglah makan adik-beradik
Jikalau kita bertanam budi
Orang yang jahat menjadi baik
Kalau keladi sudah ditanam
Jangan lagi meminta balas
Kalau budi sudah ditanam
Jangan lagi meminta balas
  • Pantun Jenaka
Pantun Jenaka adalah pantun yang bertujuan untuk menghibur orang yang mendengar, terkadang dijadikan sebagai media untuk saling menyindir dalam suasana yang penuh keakraban, sehingga tidak menimbulkan rasa tersinggung, dan dengan pantun jenaka diharapkan suasana akan menjadi semakin riang. Contoh:
Di mana kuang hendak bertelur
Di atas lata di rongga batu
Di mana tuan hendak tidur
Di atas dada di rongga susu
Elok berjalan kota tua
Kiri kanan berbatang sepat
Elok berbini orang tua
Perut kenyang ajaran dapat
Sakit kaki ditikam jeruju
Jeruju ada di dalam paya
Sakit hati memandang susu
Susu ada dalam kebaya
Naik ke bukit membeli lada
Lada sebiji dibelah tujuh
Apanya sakit berbini janda
Anak tiri boleh disuruh
Orang Sasak pergi ke Bali
Membawa pelita semuanya
Berbisik pekak dengan tuli
Tertawa si buta melihatnya
Jalan-jalan ke rawa-rawa
Jika capai duduk di pohon palem
Geli hati menahan tawa
Melihat katak memakai helm
Limau purut di tepi rawa,
buah dilanting belum masak
Sakit perut sebab tertawa,
melihat kucing duduk berbedak
jangan suka makan mentimun
karna banyak getahnya
hai kawan jangan melamun
melamun itu tak ada gunanya
  • Pantun Kepahlawanan
Pantun kepahlawanan adalah pantun yang isinya berhubungan dengan semangat kepahlawanan
Adakah perisai bertali rambut
Rambut dipintal akan cemara
Adakah misai tahu takut
Kamipun muda lagi perkasa
Hang Jebat Hang Kesturi
Budak-budak raja Melaka
Jika hendak jangan dicuri
Mari kita bertentang mata
Kalau orang menjaring ungka
Rebung seiris akan pengukusnya
Kalau arang tercorong kemuka
Ujung keris akan penghapusnya
Redup bintang haripun subuh
Subuh tiba bintang tak nampak
Hidup pantang mencari musuh
Musuh tiba pantang ditolak
Esa elang kedua belalang
Takkan kayu berbatang jerami
Esa hilang dua terbilang
Takkan Melayu hilang di bumi
  • Pantun Kias
Ayam sabung jangan dipaut
Jika ditambat kalah laganya
Asam di gunung ikan di laut
Dalam belanga bertemu juga
Berburu ke padang datar
Dapatkan rusa belang kaki
Berguru kepalang ajar
Bagaikan bunga kembang tak jadi
Anak Madras menggetah punai
Punai terbang mengirap bulu
Berapa deras arus sungai
Ditolak pasang balik ke hulu
Kayu tempinis dari kuala
Dibawa orang pergi Melaka
Berapa manis bernama nira
Simpan lama menjadi cuka
Disangka nenas di tengah padang
Rupanya urat jawi-jawi
Disangka panas hingga petang
Kiranya hujan tengah hari
  • Pantun Nasihat
Kayu cendana di atas batu
Sudah diikat dibawa pulang
Adat dunia memang begitu
Benda yang buruk memang terbuang
Kemuning di tengah balai
Bertumbuh terus semakin tinggi
Berunding dengan orang tak pandai
Bagaikan alu pencungkil duri
Parang ditetak ke batang sena
Belah buluh taruhlah temu
Barang dikerja takkan sempurna
Bila tak penuh menaruh ilmu
Padang temu padang baiduri
Tempat raja membangun kota
Bijak bertemu dengan jauhari
Bagaikan cincin dengan permata
Ngun Syah Betara Sakti
Panahnya bernama Nila Gandi
Bilanya emas banyak di peti
Sembarang kerja boleh menjadi
Jalan-jalan ke Kota Blitar
jangan lupa beli sukun
Jika kamu ingin pintar
belajarlah dengan tekun
  • Pantun Percintaan
Coba-coba menanam mumbang
Moga-moga tumbuh kelapa
Coba-coba bertanam sayang
Moga-moga menjadi cinta
Jangan suka bermain tali
Kalau tak ingin terikat olehnya
Putus cinta jangan disesali
Pasti kan datang cinta yang lainnya
Limau purut lebat di pangkal
Sayang selasih condong uratnya
Angin ribut dapat ditangkal
Hati yang kasih apa obatnya
Ikan belanak hilir berenang
Burung dara membuat sarang
Makan tak enak tidur tak tenang
Hanya teringat dinda seorang
Anak kera di atas bukit
Dipanah oleh Indera Sakti
Dipandang muka senyum sedikit
Karena sama menaruh hati
Ikan sepat dimasak berlada
Kutunggu digulai anak seberang
Jika tak dapat di masa muda
Kutunggu sampai beranak seorang
Kalau tuan pergi ke Tanjung
Kirim saya sehelai baju
Kalau tuan menjadi burung
Sahaya menjadi ranting kayu.
Kalau tuan pergi ke Tanjung
Belikan sahaya pisau lipat
Kalau tuan menjadi burung
Sahaya menjadi benang pengikat
Kalau tuan mencari buah
Sahaya pun mencari pandan
Jikalau tuan menjadi nyawa
Sahaya pun menjadi badan.
  • Pantun Peribahasa
Berakit-rakit ke hulu
Berenang-renang ke tepian
Bersakit-sakit dahulu
Bersenang-senang kemudian
Ke hulu memotong pagar
Jangan terpotong batang durian
Cari guru tempat belajar
Jangan jadi sesal kemudian
Kerat kerat kayu di ladang
Hendak dibuat hulu cangkul
Berapa berat mata memandang
Barat lagi bahu memikul
Harapkan untung menggamit
Kain di badan didedahkan
Harapkan guruh di langit
Air tempayan dicurahkan
Pohon pepaya di dalam semak
Pohon manggis sebasar lengan
Kawan tertawa memang banyak
Kawan menangis diharap jangan
  • Pantun Perpisahan
Pucuk pauh delima batu
Anak sembilang di tapak tangan
Biar jauh di negeri satu
Hilang di mata di hati jangan
Bagaimana tidak dikenang
Pucuknya pauh selasih Jambi
Bagaimana tidak terkenang
Dagang yang jauh kekasih hati
Duhai selasih janganlah tinggi
Kalaupun tinggi berdaun jangan
Duhai kekasih janganlah pergi
Kalaupun pergi bertahun jangan
Batang selasih mainan budak
Berdaun sehelai dimakan kuda
Bercerai kasih bertalak tidak
Seribu tahun kembali juga
Bunga Cina bunga karangan
Tanamlah rapat tepi perigi
Adik di mana abang gerangan
Bilalah dapat bertemu lagi
Kalau ada sumur di ladang
Bolehlah kita menumpang mandi
Kalau ada umurku panjang
Bolehlah kita bertemu lagi
  • Pantun Teka-teki
Kalau tuan bawa keladi
Bawakan juga si pucuk rebung
Kalau tuan bijak bestari
Binatang apa tanduk di hidung?
Beras ladang sulung tahun
Malam malam memasak nasi
Dalam batang ada daun
Dalam daun ada isi
Terendak bentan lalu dibeli
Untuk pakaian saya turun ke sawah
Kalaulah tuan bijak bestari
Apa binatang kepala di bawah ?
Kalau tuan muda teruna
Pakai seluar dengan gayanya
Kalau tuan bijak laksana
Biji di luar apa buahnya
Tugal padi jangan bertangguh
Kunyit kebun siapa galinya
Kalau tuan cerdik sungguh
Langit tergantung mana talinya?

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS
Read Comments

KESUSASTRAAN JEPANG

Seperti juga kesusastraan yang lain, sastra Jepang dimulai dengan sastra lisan, yang kemudian dialihkan dalam bentuk tulisan. Naskah tertua yang sampai sekarang diketahui dalam sastra Jepang ialah Kojiki dan Nihongi atau Nihonshoki yang berasal dari awal abad ke 8 masehi. Semuanya ditulis dalam huruf Cina (kanji). Baru dalam naskah Man-Yooshuu (Selaksa Helai Dedauanan) yang merupakan bunga rampai puisi Jepang pertama, tidak lagi digunakan huruf Cina. Bunga rampai yang sangat monumental itu disusun selama ratusan tahun, memuat lebih dari 4.500 buah sajak menggunakan bentuk huruf yang disebut Man-Yoo-Gana, yaitu turunan dari huruf Cina tetapi digunakan secara fonetik (bunyi).
Sepanjang sejarahnya Jepang mengalami dua gelombang pengaruh asing yang sangat besar akibatnya bagi perkembangannya sendiri sebagai bangsa. Gelombang yang pertama ialah pengaruh Cina yang dimulai pada abad ke empat masehi dan berlangsung selama ratusan tahun. Bangsa Jepang tidak hanya mangambil huruf dan sastra Cina, melainkan juga dengan tata sosial dan agama budha. Meskipun ternyata semua pengaruh itu dicernakan dengan baik, sehingga tumbuh menjadi sesuatu yang khas bersifat Jepang. Namun demikian hingga saat inipun Jepang tidak mampu melepaskan diri dengan pengaruh itu sepenuhnya. Contohnya huruf kanji yang masih mereka pakai sampai sekarang dalam penulisan. Memang huruf kanji yang mereka pakai mengalami perkembangan dibanding dengan kanji asalnya yaitu Cina. Agama budha yang masih dipeluk oleh kebanyakan orang Jepang, dan sistem penulisan nama yang mendahulukan nama keluarga dari pada nama sendiri juga merupaka bukti kalau bangsa Jepang masih dipengaruhi oleh budaya Cina.
Gelombang yang kedua terjadi pada abad ke 19 dan masih belangsung hingga sekarang. Gelombang itu menerjang masyarakat setelah nahkoda perry dari Amerika serikat memaksa Jepang untuk membuka pintunya bagi orang-orang luar (terutama Barat) hingga keterkurungan Jepang selama dua setengah abad berakhir dan yang kemudian diikuti oleh kebijakan kaisar meiji yang secara besar-besaran mengirimkan orang-orang Jepang yang pandai untuk mempelajari segala macam bidang keahlian dari dunia barat. Setelah perang dunia kedua berakhir, yaitu setelah Jepang untuk pertama kalinya dalam sejarah dikalahkan oleh bangsa asing dalam peperangan, gelombang pengaruh itu sudah tidak tertahan-tahan lagi. Termasuk juga dalam bidang bahasa: kata-kata asing, terutama dari bahasa Inggris, masuk dengan derasnya. Kata-kata itu diambil tidaklah semata-mata untuk memperkaya bahasa Jepang saja dengan konsep-konsep yang sebelumya tidak terdapat dalam bahasa Jepang, melainkan mengambil juga kata-kata yang sebenarnya sudah ada padanannya dalam bahasa Jepang. Kata-kata pinjaman yang baru itu ternyata mampu mengalahkan kata-kata bahasa Jepang yang asli. Ada puluhan ribu kata asing, bahkan juga berupa ungkapan-ungkapan, yang masuk kedalam bahasa Jepang dan dipergunakan secara luas dalam pemakaian sehari-hari. Kata-kata yang berasal dari bahasa asing, dalam bahasa tulisan selalu ditulis dengan huruf katakana, sehingga secara fonetis disesuaikan dengan lidah Jepang.
Dalam dunia sastra pengaruh itu telah tampak sekitar dua puluh tahun setelah kaisar Meiji naik tahta (pada tahun 1868). Pada tahun 1882 terbit sekumpulan terjemahan puisi Inggris dan Amerika dalam bahasa Jepang. Tiga tahun kemudian yaitu pada tahun 1885 Tsubouchi (1885-1935) menerbitkan sebuah buku teori sastra yang berjudul esensi roman (Shoosetsu Shinzui) yang di dalam pengantarnya mempersalahkan masyarakat Jepang sebagai konsumen sastra kerena telah membeli karya-karya fiksi sensasional dan pornografis, sehingga banyak pengarang yang berlomba memenuhi selera tersebut. Dia sendiri kemudian menulis roman tabiat mahasiswa modern (toosei shosei katagi) yang mengamalkan konsepnya tentang roman itu.
Tetapi karya penting pertama yang dianggap sebagai pembuka zaman baru dalam sastra Jepang, ialah sebuah roman yang ditulis oleh Futabatei Shimei (1864-1909) yang berjudul Awan Berarak. Roman itu dianggap bukti betapa mendalam sudah pengaruh barat dalam masyarakat Jepang dalam tempo belum cukup seperempat abad. Dalam roman itu tokoh utamanya berlainan dengan tokoh utama yang biasa kita jumpai dalam karya fiksi Jepang sebelumnya: ia bukan seorang samurai perkasa yang selalu dibarengi oleh nasib baik, melainkan seorang muda yang kehilangan pekerjaan, malu-malu di depan kekasihnya, ditertawakan oleh kawan-kawannya.
Sesudah itu muncullah para pengarang lain yang kian menunjukkan kemampuan yang kian tinggi dalam seni penulisan roman. Dua orang penting yang harus segera disebut ialah mori oogai (1862-1922) yang pada tahun 1890 menerbitkan gadis penari (maihime) dan natsume sooseki pada tahun 1867-1916 yang pada tahun 1905 menerbitkan romannya yang pertama aku seekor kucing (wagahai wa neko de aru) yang mendapat sambutan hangat, dan segera pula disusul oleh roman-roman lainnya yang sekarang telah dianggap sebagai karya-karya klasik dalam sastra Jepang.
Kedua pengarang dalam karya-karyanya memperlihatkan pengaruh sastra barat. Hal itu tidak mengherankan, karena keduanya bukan saja mempelajari sastra Barat, melainkan juga Pernah belajar di Eropah dikirimkan oleh pemerintah: Mori Oogai belajar di Jerman selama empat tahun dari tahun 1884 sampai 1888 dan netsume sooseki belajar di Inggris selama tiga tahun dari tahun 1900 sampai 1903. dalam bidang puisi pengaruh dari eropa tampak pula. Penyair-penyair Inggris seperti shelley, eliot dan lain-lain menjadi anutan banyak penyair muda Jepang pada waktu itu. Juga para penyair simbolis perancis sangat mereka kagumi dan ikuti. Aliran-aliran kesusastraan yang muncul di eropah seperti dadaisme dan surrealisme segera beramai-ramai diikuti. Dengan sadar para penyair Jepang modern itu memutuskan diri dari akar tradisi puisi Jepang atau Cina klasik. Dalam hubungan ini patut disebut nama shimazaki toosan (1872-1943) yang pada tahun 1896 menerbitkan buku kumpulan wakana (wakana shuu) dan Hagiwara Sakutaroo (1886-1942) yang dianggap sebagai penyair Jepang modern yang paling unggul.
Tetapi ada satu hal yang menarik dalam perkembangan sastra Jepang yang membukakan diri terhadap serba pengaruh yang datang dari luar itu. Ketika gelombang pengaruh asing pertama melanda sastra Jepang, yaitu pengaruh yang datang dari negeri Cina, maka kegiatan menulis karya sastra yang bersifat Jepang asli tidaklah lenyap karenanya. Bunga rampai Man-Yooshuu merupakan bukti nyata mengenai hal itu. Menurut para ahli, sajak-sajak yang dimuat dalam Man-Yooshuu amat sedikit sekali mendapat pengaruh dari Cina, bahkan dapat dianggap sebagai karya puisi Jepang murni. Pada bagian permulaan abad kesebelas (11), yang merupakan salah satu puncak keemasan sejarah sastra Jepang, muncul karya-karya klasik seperti Kisah Genji (Genji Monogatari) yang ditulis oleh Murasaki Shikibu dan Buku Bantal (Makura No Soshi) oleh Sei Shoonagon. Kedua penulis karya utama Jepang itu adalah wanita; yang tidak tercatat kelahiran dan kematiannya.
Ternyata karya-karya sastra lain pada zaman itu banyak ditulis oleh wanita pula. Mengapa justru wanita yang menulis karya-karya besar yang sekarang malahan menjadi kebanggaan bangsa Jepang?
Atas pertanyaan demikian telah banyak jawaban yang telah dikemukakan orang. Salah satu jawaban itu menyatakan bahwa para pengarang laki-laki Jepang pada masa itu berlomba-lomba menulis karya dalam bahasa Cina, karena pada masa itu menulis dalam tradisi sastra Cinalah yang dianggap utama. Maka kegiatan menulis dalam bahasa sendiri, diserahkan saja kepada wanita yang dianggap kurang kerja. Salah seorang sastrawan Jepang yang menulis dalam bahasa Cina pada masa itu dan karyanya dianggap luar biasa indahnya adalah Sugawara No Michizane (845-903). Selain terkenal sebagai penyair, dia pun terkenal juga sebagai sarjana yang pandai, sehingga setelah meninggalnya, orang Jepang menganggapnya sebagai dewa ilmu pengetahuan.
Meskipun karya-karya Murasaki Shikubu dan Sei Shoonagon itu menunjukkan bahwa dalam gelombang pengaruh sastra Cina, orang-orang Jepang terus menulis karya-karya sastra yang sedikit memperlihatkan pengaruh Cina. Kisah Genji merupakan roman tertua di dunia dan sampai sekarang dianggap contoh keunggulan sastra Jepang. Karya yang sudah diterjemahkan kedalam berbagai bahasa modern itu telah berkali-kali difilmkan. Sedangkan untuk para pembaca Jepang modern, roman itu telah berkali-kali dituliskan kembali oleh beberapa orang pengarang Jepang modern, diantaranya oleh Enchi Fumiko, seorang pengarang wanita terkenal, dan oleh Tanizaki Jun-Ichiroo (1886-1965), salah seorang pengarang roman Jepang modern yang terkemuka. Dan pengaruh dari roman itu sampai sekarang masih terasa dan tampak dalam sastra Jepang. Pendeknya selama kira-kira seribu tahun sampai sekarang, roman Kisah Genji itu masih tetap unggul.adapun buku bantal yang merupakan esai yang sudah banyak diterjemahkan dalam berbagai bahasa modern, dianggap sebagai karya utama sastra klasik Jepang yang mempunyai keindahan bahasa yang luar biasa. Bahkan beberapa orang pengritik mengatakan bahwa bahasa yang dipakai oleh sei shoonagon tidak tertandingi oleh bahasa yang dipakai oleh murashaki shikibu. Dan dalam buku yang tebalnya lebih dari seribu halaman ini, hamper-hampir tidak terdapat kata-kata dari bahasa Cina. Sungguh mengherankan karena justru ditulis pada masa tatkala kehidupan sastra Jepang didominasi oleh sastra Cina, seperti juga seluruh bidang kehidupannya yang menyerap pangaruh yang serba Cina.
Juga sekarang, ketika gelombang pengaruh sastra barat sudah sangat mendalam dalam masyarakat, sehingga bentuk puisi barat pun sudah sangat popular, ternyata bentuk-bentuk puisi klasik Jepang yang asli seperti haiku dan tanka, masih tetap digemari dan ditulis orang. Mamang tatkala perang dunia kedua baru selesai, ada semacam prasangka terhadap penyair haiku dan tanka, yaitu dikhawatirkan akan membangkitkan kembali nasionalisme Jepang yang dianggap membahayakan karena telah menyeret Jepang ke dalam kancah perang dunia- seperti halnya aggapan terhadap agama Shintoo-, tetapi prasangka yang bersifat politis itu akhirnya lenyap sendiri. Sekarang di Jepang terdapat berpuluh-puluh majalah yang khusus untuk haiku dan khusus untuk tanka. Bahkan setiap diselenggarakan perlombaan menulis tanka. Dalam kesempatan itu, kaisar, permaisuri, putra mahkota, dan calon permaisuri pun masing-masing menciptakan sebuah tanka dengan judul yang sudah ditetapkan sebelumnya sebagai tema perlombaan tahun ini.
Haiku sebagai bentuk puisi tradisional Jepang ternyata tidak hanya digemari oleh orang Jepang. Banyak orang asing yang tergila-gila kepada bentuk puisi tersebut, sehingga bukan saja mereka menerjemahkan haiku Jepang ke dalam bahasanya, melainkan juga mencoba menulis bentuk haiku dalam bahasanya sendiri. Buku kumpulan haiku yang ditulis dalam bahasa Inggris dari tahun ke tahun bertambah jumlahnya. Dalam bahasa-bahasa lain pun ada orang yang berbuat seperti itu. Sedangkan di Amerika serikat beberapa sekolah menengah mengajarkan haiku dan mengajar siswanya untuk menciptakan haiku- dalam bahasa Inggris.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS
Read Comments

Sains dan Sastra: Keajaiban Nalar dan Imajinasi

SAINS dan sastra adalah dua entitas yang luar biasa luas, yang beririsan setidaknya di dua ranah penting. Pertama adalah ranah ”metafisis”: sains dan sastra sama berupaya mengajukan model tentang kenyataan. Yang kedua adalah ranah formal: sains dan sastra sama bermain dengan manipulasi simbolik.

Model kenyataan yang diajukan sains tampak paling jelas pada kosmologi, mekanika kuatum dan biologi-evolusioner; manipulasi simbolik sains terlihat paling terang pada matematika murni.

Jika bahan dasar sastra adalah bunyi serta aksara yang membentuk dan menunjuk kata, bahan dasar matematika adalah angka atau notasi yang mengacu bilangan dan operasi matematika. Dengan bahan dasar yang tumbuh jadi beragam bentuk itu, matematika (sains formal) jadi bahasa transparan yang memungkinkan munculnya makna tunggal dan stabil; bahasa yang mampu merepresentasikan pikiran dan kenyataan empirik secara tegar.

Sebagai bahasa tingkat kedua, matematika telah dimurnikan dari sifat acak bahasa yang mutlak dan meraja sebelum adanya figurasi dan makna.

Dalam matematika, tanda bahasa boleh berubah dan beraneka, tetapi artinya sudah tertetap dan tertentu. Dalam puisi, meski tetanda telah tertetap dan tertentu, ada banyak makna yang mungkin rekah.

Bagi mereka yang memuja puisi karena kekuatan ajaibnya memperkaya bahasa, matematika memang bisa tampak bagai ”penjahat” yang akan membunuh bahasa dengan menyedot darah ambiguitas dan luapan makna darinya.

Dalam khazanah sastra modern Indonesia, penyair seperti Soebagio Sastrowardoyo dan Goenawan Mohamad pernah menuliskan pandangan miring terhadap ”pemiskinan makna” yang dilakukan oleh sains, yang tampak niscaya karena watak dasar bahasa matematis.

Namun, jika dihadapi dengan stimmung ala Nietzsche, bangunan matematis juga sanggup membuat orang mendengar gagasan di belakang simbol matematis itu, intuisi di belakang gagasan itu, dan Nalar di belakang intuisi itu.

Struktur deduktif

Selain ketunggalan makna, bantuan terbesar matematika adalah penataan kepingan pemikiran tentang alam fisis dengan kokoh, rapi dan anggun, dalam suatu struktur deduktif yang mirip bangunan geometri Euclides.

Suatu teori dapat dilihat sebagai suatu cabang matematik yang aksioma-aksiomanya menyatakan hubungan kuantitatif antara berbagai konsep fisik. Adapun strukturnya adalah serangkaian deduksi, dan teoremanya adalah pembuktian matematis atas konsep-konsep tersebut.

Struktur seperti ini, ditambah dengan pemberian bilangan kepada obyek dan gejala, memungkinkan sebuah teori secara deduktif memberikan peristiwa, dan menjabarkan konsekuensi dengan akurat.

Matematika murni tingkat tinggi yang sekali waktu dianggap hal yang paling tidak praktis dari segenap kegiatan manusia kian mengukuhkan diri sebagai alat tak tergantikan dalam memahami kerja dan dimensi kolosal kenyataan semesta. Kian banyak hal yang menunjukkan bahwa bentuk-bentuk khayal apa pun yang logis secara matematis akan mungkin juga terjadi secara fisis.

Ketika sains belum berkembang menjadi sistem pengetahuan yang tertata secara metodologis dan teruji secara empiris, sastra sungguh lebih dominan dalam menyajikan model-model kenyataan yang kukuh.

Model kenyataan (gambaran dunia, peta kognitif) mempunyai peran sangat penting dalam kebudayaan. Dengan model itu, manusia menempatkan diri dalam lautan ruang dan waktu yang luas tak terbatas. Dengan model itu pula manusia menentukan hubungannya dengan manusia lain.

Yang menjadi problem adalah: banyak model kenyataan yang masih dipegang teguh dan terus direproduksi oleh sastra itu mungkin cocok di masa silam, tetapi tak lagi memadai di masa kini.

Dua gerakan

Setidaknya ada dua gerakan yang mencoba mengoreksi model kenyataan tua yang disebarkan sastra. Pertama adalah gerakan posmodenis dekonstruksionis yang antara lain menandaskan watak fiksi dalam sastra, khususnya sastra yang dianggap sakral. Buat mereka, model kenyataan itu, meminjam Nietzsche, adalah kesalahan yang tanpanya sejenis makhluk tak dapat hidup.

Gerakan kedua datang dari sains (postmodernis konstruktif) yang berupaya mengajukan gambaran dunia yang lebih lengkap dan teruji. Buat mereka, kenyataan obyektif itu ada, dan lebih ajaib dari yang mungkin dibayangkan.

Dalam pandangan dunia sains mutakhir, tak ada kuasa terang dan kuasa gelap di alam semesta ini, tak ada kelompok manusia yang secara esensial lebih istimewa dari yang lain, juga tak ada kekuatan supernatural yang setiap saat bekerja tanpa henti mencampuri urusan dunia. Sains mutakhir mendapati alam semesta ini bagai buku kosong yang di dalamnya manusia harus menuliskan puisi.

Science fiction kadang dianggap sebagai karya yang menautkan sains dan sastra. Nyatanya, banyak bacaan fiksi ilmiah menghadirkan penyalahgunaan khazanah sains secara menggelikan. Fiksi ini mungkin saja meminjam temuan sains, spekulasi teoritisnya. Namun, semangat dan pandangan dunia yang melatarinya adalah hal yang justru ditampik sains.

Edgar Allan Poe (”Eureka”), Lewis Carrol (”Alice’s Adventure in Wonderland”), Primo Levi (”The Periodic Table”), dan Jorge Luis Borges (”Ficciones”) adalah sederet nama yang dengan kreatif berhasil memautkan sastra dan sains.

Semua pencapaian utama dari para sastrawan di atas agaknya bermula dari pengetahuan yang kukuh atas horizon terjauh sains (juga sastra) di zaman mereka.

Pemahaman atas batas-batas itu membimbing mereka mendorong lebih jauh tepian terluar itu sambil membuka cakrawala kemungkinan baru yang lebih menakjubkan.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS
Read Comments

KASIH YANG KU RINDUI

untukmu yang tak pernah putus tahajud dan dhuha-nya

yang selalu lantunkan doa di tengah malam buta

adakah kau menyebut aku dalam sujud di hadapan tuhanmu?

di antara cahaya kunang-kunang yang berterbangan

adakah kau melihat ketulusan cinta dalam bayang

sedang pelang tertutup hujan

adakah kau melihat mega biru diatara kelabu

sedang kau tak pernah tahu perasaanku

ku ingin kau menjadi imam dalam sholatku

yang akan membimbingku pada Tuhan pemilik arsy'


  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS
Read Comments

UNTUKMU

kau datang dengan sejuta harapan,
namun aku terlalu lelah untuk berharap,
kau datang dengan setitik cahaya,
menerangi aku yang sedang lemah,
nurani inginkanmu selalu disini,
dan berharap kau kan temani,
malamku yang sepi,
sahabat terbaik dalam mengejar mimpi,
kan ku gapai semua yang ku ingini,
meski kau hanya sahabat dunia maya,
aku menyayangimu lebih dari segalanya,
walau tiada orang yang menerima,
persahabatan kita akan selamanya,
tapi kenapa sekarang kau berubah,
seakan menjauh dariku,
karena ucapannya,
entah mengapa aku tak ingin berburuk sangka,
sebelum ku tahu sebabnya apa,
ku harap kau kan seperti dulu,
walau lewat dinding kau menyapaku,
mungkin hanya dengan sebait puisi,
kau kan mengerti isi hati,

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS
Read Comments

WELCOM TO MY BLOG

Assalamu'alaikum

selamat bergabung dengan blog saya YOSHIOKA,disini kita akan sama - sama belajar tentang sastra. saya bukan seseorang dengan jurusan pendidikan sastra tapi saya mau belajar tentang sastra, melalui blog ini saya mengajak teman - teman untuk belajar mengenai sastra juga mengenal karya - karya sastra. postingan di blog ini mengenai sastra sebagian kecil adalah karya pribadi saya sendiri dan juga beberapa karya dari sastrawan - sastrawan indonesia yang melukiskan sepenggal kisah hidupnya melalui sastra khususnya puisi.
seperti yang kita tau bahwa sastra adalah kata serapan dari bahasa sanskerta śāstra, yang berarti "teks yang mengandung instruksi" atau "pedoman", dari kata dasar śās- yang berarti "instruksi" atau "ajaran". Dalam bahasa indonesia kata ini biasa digunakan untuk merujuk kepada "kesusastraan" atau sebuah jenis tulisan yang memiliki arti atau keindahan tertentu.
Yang agak bias adalah pemakaian istilah sastra dan sastrawi. Segmentasi sastra lebih mengacu sesuai defenisinya sebagai sekedar teks. Sedang sastrawi lebih mengarah pada sastra yang kental nuansa puitis atau abstraknya. Istilah sastrawan adalah salah satu contohnya, diartikan sebagai orang yang menggeluti sastrawi, bukan sastra.
Selain itu dalam arti kesusastraan, sastra bisa dibagi menjadi sastra tertulis atau sastra lisan (sastra oral). Di sini sastra tidak banyak berhubungan dengan tulisan, tetapi dengan bahasa yang dijadikan wahana untuk mengekspresikan pengalaman atau pemikiran tertentu.
Biasanya kesusastraan dibagi menurut daerah geografis atau bahasa.
Jadi, yang termasuk dalam kategori Sastra adalah:
  • novel
  • cerita / cerpen (tertulis/lisan)
  • syair / puisi
  • pantun
  • sandiwara / drama
  • lukisan / kaligrafi
Namun  di blok ini kita akan lebih banyak belajar tentang syair / puisi dan juga cerita / cerpen melalui contoh langsung.




selamat membaca :)

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS
Read Comments

"CINTA ITU SEPERTI ILMU NAHWU"

OnlineSaat itu, aku seperti ISIM MUFROD, tunggal sendirian saja…

 seperti kalimat HURUF, sendiri tak bermakna… 

seperti fi’il LAAZIM, mencintai tak ada yang dicinta… 

tak mau terpuruk dan terdiam, aku harus jadi MUBTADA’, memulai sesuatu.. 

menjadi seorang FA’IL, yang berawal dari fi’il.. namun aku seperti FI’IL MUDHOORI’ ALLADZII LAM YATTASHIL BIAAKHIRIHII SYAIUN…

 mencari sesuatu, tapi tak bertemu sesuatu 

pun di akhir… 

Bertemu denganmu adalah KHOBAR MUQODDAM, sebuah kabar yang tak disangka… 

Aku pun jadi MUBTADA’ MUAKKHOR, perintis yang kesiangan…. 

Aku mulai dengan sebuah KALAM, dari untaian susunan beberapa lafadz… 

yang MUFID, terkhusus untuk dirimu dengan penuh mak’na… 

Dari sini semua bermula… 

Aku dan kamu, bagaikan IDHOFAH… 

aku MUDHOF,sedang kamu adalah MUDHOF ILAIH nya…. 

Sungguh Tak bisa dipisahkan…. 

Cintaku padamu, beri’rob ROFA’. Betul2 TINGGI … 

Bertanda DHUMMAH. Bersatu….

Cinta kita bersatu, mencapai derajat yang tinggi….. 

Saat mengejar cintamu, aku cuma isim beri’rob NASHOB. Susah payah…. 

yang bertanda FATHAH. Terbuka…. 

SEHIGGA HANYA DENGAN BERSUSAH PAYAH MAKA CINTA ITU KAN TERBUKA. Setelah mendapatkan cintamu, tak mau aku seperti isim yang KHOFDH.

 Hina dan rendah, Bertanda Kasroh. Terpecah belah…. 

SEHINGGA JIKA KITA BERPECAH BELAH TAK BERSATU, RENDAHLAH DERAJAT CINTA KITA. Karenanya, kan kujaga CINTA kita, layaknya isim yang beri’rob JAZM.

 Penuh kepastian Bertanda dengan SUKUN.

 Ketenangan… 

Kan kita gapai cinta yang penuh damai,,,, 

saat semua terikat dengan kepastian tanpa ragu-ragu,,, 

Seperti MUBTADA' KHOBAR,,,,, 

dimana ada mubtada’ pasti ada khobar. 

Setiap ada kamu pasti ada aku yang selalu mendampingi mu disetiap langkahmu. Seperti tarkib IDHOFAH,,,, 

Dimana mudlof dan mudlof ilaih menyebabkan hubungan dan tak boleh ditanwin, karena tanwin menunjukkan perpisahan.

 Hubungan pertalian antara aku dan kamu yang menyebabkan tumbuhnya cintaku. 

Seperti ISIM ALAM,,, 

Perasaanku padamu itu menyebabkan adanya NAMA,,,, 

yaitu “cinta”. 

Seperti isim ISYAROH,,,, 

Daun waru ini sebagai lambang cintaku padamu. Seperti NIDA',,,, 

Dimana ini adalah sebuah panggilan. Aku memanggilmu dengan sebutan “sayang”.

 Bila dirimu DEKAT aku memanggilmu “hai, yang”. Bila dirimu JAUH aku memanggilmu “wahai sayang”.

 Seperti MAF'UL LIAJLIH,,,, 

Perasaan yang didatangkan untukku ini menjelaskan penyebab terjadinya cintaku padamu. Seperti MUSTASNAA,,, 

Tak ada seseorang yang kucinta kecuali dirimu. Seperti MASDAR,,, 

Kamu berada diurutan yang KETIGA diantara yang kucinta. 

Pertama adalah cintaku kepada Allah dan rasul. 

Kedua kepada orang tuaku guru dan ulama. 

Ketiga adalah cintaku padamu. Seperti MAF'UL BEH,,, Kamu adalah yang menjadi SUBYEK seseorang yang aku idamkan. Seperti hal, Tingkah lakumu yang membuat diriku jatuh cinta padamu.... 

Heeeem..... 

Cinta itu seperti KALIMAT ISIM Cinta itu tidak dibatasi oleh waktu Cinta itu seperti MUBTADA KHOBAR Andai Adinda Mubtada, maka Kakanda akan menjadi khobarnya Seorang Kakanda akan selalu ada untuk Adinda Cinta juga bagaikan FI’IL & FA'IL Dirinya tak ada artinya tanpa kehadiran kekasihnya Dan Juga bagaikan JAR MAJRUR Kemanapun kekasihnya pergi, Ia kan selalu menemaninya. 

Atau bahkan seperti SYARAT JAWAB Bila kekasihnya tidak ada, apalah arti hidupnya? heeeem........!! 

Wal hasil Ternyata tidak selamanya perasaan ini MABNI. Tapi sungguh sulit mengADZFU bayangmu. 

Padahal aku sudah mencoba memasukkan AMIL-AMIL lain.

 Namun tetap saja sulit mencari pemBADALmu.

 Kamu memang benar-benar FAIL yang sempurna. 

Yang membuat perasaan ku semakin mengTAUKID. 

Walau antara kita mungkin tak pernah ter'ATHOFkan. 

Aku ingin mengIDHOFkan perasaanku ini padamu. Lalu bagai mana HAL-mu atas perasaanku ???

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS
Read Comments

BUNGA KERING PERPISAHAN

 





Di nisan suaminya
Ia taburkan melati dan kenanga
Sambil melafalkan doa
Perempuan itu Dewi namanya.
Terbius rasa pedih
Ia mohon ampun dengan suara lirih
Segala yang di dadanya terasa berat,
Segala yang di sekitarnya semakin pekat.
Sepuluh tahun sudah ia hidup
Bersama Joko, suami pilihan Ayah
Perkawinannya selalu redup
Karena Albert pilihan hatinya.
Maafkan aku, suamiku, tangis Dewi.
Sepuluh tahun lamanya sudah
Kita menikah –
Tapi tak mampu jua aku mencintaimu.
Sudah kuberikan segalanya padamu
Tapi rupanya bukan engkau milik hatiku.
Bukan engkau inti angan-anganku.
Joko, apa dayaku?
Ditaburkannya bunga sekali lagi
Sambil menelusuri isi hati,
Izinkan kuserahkan sisa hidup ini
Kepada lelaki yang kucintai.
Kini kau di alam baka –
Setelah sepuluh tahun yang tanpa warna,
Baru sepenuhnya mataku terbuka:
Cinta memang tidak bisa dipaksa.

Di kamarnya yang sunyi
Dewi membuka almari;
Diambilnya sebuah kotak kecil berwarna nila
Yang sejak menikah tak pernah disentuhnya.
Dengan gemetar kotak dibukanya:
Mawar kering itu masih di sana;
Terbayang olehnya Albert, kekasih hatinya,
Dan tersengat jiwanya oleh kisah lama.
Seolah didengarnya kata pemuda itu
Di saat perpisahan sepuluh tahun lalu,
Simpan bunga kering ini, Dewiku,
Sampai kau terbebas dari belenggu.

Kalau sampai waktunya nanti,
Kalau kita memang jodoh sejati,
Kirimlah bunga ini padaku kembali
Dan aku akan datang padamu. Aku janji!


Tahun delapan puluhan –
Mereka kuliah, satu angkatan;
Bersahabat? Tak usah ditanya.
Cinta? Nanti dulu, agama berbeda.
Dewi sejak awal merasa
Albert lelaki istimewa,
Tapi Dewi seorang Muslimah
Sedangkan Albert anak pendeta.
Pemuda itu selalu berkata,
Aku suka ke gereja, tapi tak pasrah buta
Pada satu agama;
Aku hanya ingin menyadap intinya.
Sering disampaikannya kepada gadis itu
Segala yang dengan baik dikuasainya
Dari pengalaman, dari buku –
Dan Dewi tak pernah bosan mendengarnya.
Umat manusia, ujar Albert,
Sudah lebih dari 150 ribu tahun umurnya;
Berturut-turut agama pun diturunkan,
Diwartakan, dipertengkarkan.
Manusia lebih tua dari agama
Sudah ada cinta sejak manusia diciptakan-Nya,
Cinta lebih tua dari agama,
Janganlah agama mengalahkan cinta.
Begitulah Albert, itulah logikanya.
Namun, di balik pikirannya yang liar kedengarannya
Albert adalah pemuda yang suka menolong sesama
Lembut hatinya.


Ia kenal pemuda itu sejak kecil
Dari desa terpencil
Sama-sama hijrah ke Jakarta
Untuk merebut cita-citanya.
Dulu, semasa bocah
Pernah mereka menyeberang sungai ke sawah
Melewati jembatan bambu – tiba-tiba patah!
Dewi tercebur, ya Allah!
Sigap Albert melompat menolongnya
Sementara kawan-kawan lain bengong, diam saja;
Ditariknya Dewi, diseretnya melawan arus deras
Diangkatnya ke tepi sungai – dibimbingnya rebah di teras.
Suatu malam Dewi bermimpi:
Ia dibonceng Albert bersepeda
Lepas gembira melewati sawah dan bukit –
Inikah pertanda mulai bersemi cintanya?
Semakin lama semakin deras perasaan sayangnya,
Tapi sejak mula disadarinya juga:
Mereka berlainan agama.
Siapa gerangan yang akan mensahkan cinta remaja?1
Terbayang olehnya
Pagar pembatas itu: memanjang di selatan
Menghalang di utara,
Di barat, di timur, di kiri dan kanan.
Semakin lama semakin dalam Dewi rebah
Dalam pelukan Albert yang gagah
Tapi ia tahu pasti
Perpisahan tak akan bisa dihindari.


Waktu yang diduga datang jua!
Dewi duduk di hadapan ayahnya
Yang dengan lugas dan tegas bicara
Tentang hakikat cinta dan agama:
Aku sangat malu
Dan aku tak akan pernah mau
Menjadi orang tua
Yang kena murka Allah.

Aku tak akan tahan
Menjadi insan dilaknat
Hanya lantaran membiarkan
Anaknya menempuh Jalan Sesat!
Dan ujung-ujungnya
Sampai juga pesan utama:
Joko pemuda santri ia perkenalkan
Sangat cocok menjadi suami Dewi.
Tekad Ayah bulat
Niatnya pekat
Albert harus dilupakan
Karena Joko suami Dewi di masa depan.
Tak sepatah kata terucap dari Dewi,
Bibirnya terkunci.
Gadis itu tertunduk, jiwanya berontak.
Tapi pesan ayahnya? Tak bisa ditolak!
Teringat ia akan masa kanak.
Tinggal di sebuah rumah sederhana;
Ayah kadang pulang larut.
Waktu itulah ibunya suka bertitah,
Lihatlah baik-baik, Nak,
Kita bisa menikmati sore dan malam
Tapi ayahmu masih mencari nafkah — berjibaku
Kita ini bagaikan benalu!
Jangan sekali-kali kaudurhakai
Pohon perkasa, sandaran hidup kita,
Jangan pernah kauganggu nurani ayahmu.
Hidup Ayah lurus rus rus rus,
Prinsip agamanya kuat wat wat wat –
Kaku?
Beku?
Katanya pada suatu hari,
Manusia diciptakan berpasangan;
Walau pemuda itu baik padamu
Tetapi ia lain agama.
Itu artinya
Ia bukan jodoh
Yang dikirim Allah
Untukmu!
Sejak kecil ia tak boleh membantah Ayah
Hidupnya selalu siap diperintah
Walau kali ini permintaan Ayah berat
Ia harus patuh bulat.
Aku akan menikah dengan Joko
Aku harus melupakan Albert
Bisa ataupun tidak
Aku harus bisa, gumam Dewi.


Dan Albert? Ia berbeda;
Rumahnya di atas angin
Baginya agama sama saja,
Tetapi menghadapi Dewi harus panjang nalarnya.
Benar, katanya kepada dirinya sendiri,
Banyak orang tidak peduli
Dan mereka ikuti saja kata hati,2
Tapi Dewi bukan selebriti!
Ia temui para ahli Kitab
Dan diketahuinya, masing-masing punya sikap.
Itu haram mutlak! kata salah seorang
Sambil menunjukkan hukum yang jelas dan tegas.3
Yang lain bersikap sebaliknya
Berdasarkan alasan yang juga mengena.4
Pemuda itu terbuka mata
Tak ada keseragaman ternyata.
Ada pandangan yang menutup pintu kawin beda agama,5
Tapi ada juga pandangan lain yang menerima.6
Wahai, apa makna semua?
Apa peduliku?
Mengapa aku harus tunduk pada aturan itu?
Bukankah cinta lebih tua dari agama dan negara?


Namun Dewi tetaplah seorang santri
Patuh pada orang tua adalah tradisi
Cintanya pada Albert yang mendalam
Sekuat tenaga ia benam.
Joko itu ternyata cerdas dan santun,
Siapa tahu hidup kami nanti bisa rukun.
Pikirannya menerima lelaki itu
Ingin dicobanya hidup baru.
Tapi terhadap Joko mengapa hatinya seperti batu?
Dewi diam terpaku.
Mengapa pikiran dan hatinya tidak bersatu?
Dewi mulai ragu.
Albert selalu bergelora
Mampu menggetarkannya sampai ke surga,
Tapi Joko alim dan dingin
Hatinya beku seperti patung lilin.
Pernikahan pun berlangsung meriah
Demi Ibu dan Ayah, aku pasrah,
Akan kulupakan Albert, dan setia kepada suami,
Demikian janji Dewi kepada dirinya sendiri.


Hari silih berganti, tahun datang beruntun,
Keduanya menjalani hidup yang tertuntun,
Joko pegawai negeri biasa
Dewi karyawan perusahaan swasta;
Hampir tak pernah mereka bertengkar,
Kata orang keluarga Dewi tenang.
Tapi kenapa hidupku ini hambar?
Kenapa Eros cinta pada Joko tidak juga bertandang?
Di benak Dewi bayangan Albert kerap melintas
Dan rindunya memanas:
Terbayang olehnya boncengan sepeda di pematang sawah,
Terbayang sore yang lepas dan bunga merekah.
Kepada malam yang sepi ia bertanya,
Apakah gejolak cinta hanya datang satu kali saja
Dan itu hanya untuk cinta remaja?
Mengapa setelah menua
Getaran cinta tak lagi ada?
Mengapa rasa itu hanya mekar kepada Albert, pacar masa remaja?
Mengapa tidak kepada Joko, suaminya?
Malam yang sepi tak pernah menjawab pertanyaannya.
Tapi Aku harus jadi Muslimah teladan
Patuh pada suami,
Taat pada orang tua,
Dan bakti kepada agama.
Itu harga mati, tandasnya.


Bertahun-tahun sudah mereka berkeluarga
Tak juga lahir ada anak mereka;
Wahai, Joko ternyata memiliki kelainan
Ia tak bisa berketurunan.
Beberapa kali ia jatuh sakit.
Awalnya dianggap biasa saja
Semua manusia lain mengalaminya:
Sakit dan sehat seperti musim, datang dan pergi.
Namun, di tahun kesembilan pernikahan
Sakit Joko semakin berkepanjangan,
Semakin parah –
Tubuhnya tampak bertambah lemah.
Sebagai istri yang berbakti
Dewi memutuskan berhenti bekerja
Agar bisa merawat suami
Dan tinggal di rumah saja.
Tak putus-putus juga Dewi berdoa
Agar Joko kembali seperti sedia kala;
Meski ia sadar sepenuhnya
Bahwa itu bakti semata, bukan rasa cinta.
Dan hari itu pun tiba juga akhirnya!
Vonis dokter: Joko tak bisa bertahan lebih lama.
Dewi pun mendadak merasa bersalah
Mengapa di lubuk hatinya tetap ada masalah.
Dan ketika suaminya harus pergi
Untuk menjumpai Khalik,
Suatu malam Dewi bertahajud.
Jiwanya menangis, pikirannya ngelangut.
Ya Allah, ampunilah aku.
Segala cara telah kutempuh
Segala tenaga telah tercurah
Agar bisa menjadi
Istri yang baik, istri yang setia,
Tetapi mengapa tak kunjung terbit
Nafsu cintaku kepadanya?
Mengapa justru Albert yang selalu ada
Di pelupuk mata?
Ya Allah, aku telah gagal jatuh cinta
Kepada suamiku sendiri!


Setahun sudah Dewi menjanda,
Ia mulai banyak membaca.
Hidup sebatang kara memaksanya menjadi baja
Ia sudah kembali bekerja.
Ia mulai lepas dari tradisi
Dihayatinya hidup yang mandiri
Filsafat dan sastra membentuk dirinya,
Ia bukan Dewi yang dulu lagi.
Suatu ketika
Ia punya niat ke kampus
Untuk melepas rindu
Masa-masa mahasiswinya dulu.
Ia duduk di taman yang dulu juga.
Suasana sudah berubah
Tetapi ada yang masih tinggal –
Masih bisa dihirupnya.
Bangku yang itu juga
Sudah berubah warna.
Di situ ia dulu masih sempat ketemu Albert
Sebelum hari pernikahan, sepuluh tahun lalu.
Saat itu senja mulai gelap
Mereka sadar segera harus berpisah;
Di pojok taman itu
Sambil berjalan Albert berkata,
Jika kautinggalkan aku
Karena tak lagi mencintaiku,
Aku pasrah.
Jika kau menikah dengan lelaki lain
Karena kamu mencintainya,
Aku terima.
Tapi aku tahu, Dewi,
Bukan itu alasanmu meninggalkanku.
Kauhancurkan cinta kita
Demi baktimu kepada ayahmu.
Demi baktimu pada tafsir agama!
Ia ingat magrib di taman itu.
Ia menangis tanpa suara.
Tak ada lagi yang bisa diusahakan:
Albert harus merelakan perpisahan.
Sebelum berpisah Albert menyerahkan
Sekuntum mawar.
Di pikirannya kata-kata itu masih melekat
Yang kadang bisa membuat hari-harinya pekat.
Dewi, simpanlah mawar segar ini.
Pada waktunya nanti
Ia akan kering dan layu;
Apa yang akan terjadi
Tak akan bisa diduga
Kecuali nasib bunga ini.
Kita tak tahu masa depan.
Jika ternyata kau memang jodohku
Dan kelak telah siap untuk bersatu denganku,
Kirimlah bunga ini sebagai isyarat;
Aku akan segera menghampirimu –
Ini janjiku.
Aku percaya dalam hidup
manusia jatuh cinta hanya sekali saja
Cintaku sudah tunai untukmu.
Dewi tidak bisa lain
Kecuali diam saja,
Dan sambil menundukkan kepala
Ia bertanya apakah Albert akan menikah juga.

Aku akan menikah dengan petualanganku –
Gunung-gunung tinggi akan kutaklukkan
Akan kujelajahi bumi yang diciptakan-Nya
Dan akan kusampaikan pertanyaanku
Di puncak setiap gunung yang kudaki,
Tuhan, mengapa tak Kau-restui cintaku
Kepada sesama ciptaan-Mu
Hanya karena, ya Allah,
Hanya karena agama kami beda?
Padahal Kau jugalah yang menurunkannya.
Tersekat tangis Dewi, dibawanya mawar itu,
Disimpannya dalam sebuah kotak
Yang akan menjaga rahasia abadi
Cintanya kepada seorang laki-laki.
Cinta sejatinya.
Cinta hatinya.
Ya, Tuhan, perkenankan aku menikah;
Bimbinglah aku agar setia pada suami
Dan jangan biarkan aku
Membuka kotak ini lagi.


Namun, apa yang tak berubah
Di bawah langit?
Pada suatu hari dibukanya juga
Kotak itu: benar, mawar itu kering dan layu.
Tapi masih diciumnya wangi baunya.
Seperti gemetar mawar layu itu di tangannya,
Ke mana gerangan hidup ini mengarah?
Muncul kembali bayangan yang sudah jadi arwah.
Di seberang jendela: langit tak ada batasnya
Awan masih tetap berkelana.
Kali ini biar kuturuti saja suara hati
Tiba sudah saatnya, berbakti kepada diri sendiri.
Ya, Allah, telah kuikuti lurus ajaran-Mu
Seturut tafsir orang tuaku;
Ayah dan Ibu, telah kuikuti pula keinginanmu
Menikah dengan lelaki yang bukan pilihanku;
Suamiku, telah kucoba melayanimu
Setia padamu sampai akhir hayatmu.
Kini tiba giliranku
Menjadi tuan bagi diri sendiri –
Izinkan aku mengikuti suara jiwaku,
Hanya tunduk pada titah batinku.
Dipandangnya lagi mawar kering itu.
Sudah tetap niatnya:
Akan disampaikannya kembali ke pemiliknya
Secepatnya. Ia pasti masih menunggu, pikirnya.
Langit tetap yang itu juga
Yang dulu mendengar janji kekasihnya:
Kapan pun bunga itu dikirim kembali
Lelaki itu akan siap menerimanya lagi.
Menakjubkan: cinta ternyata terus bertahan
Melampaui masa dan berbagai perbedaan;
Pernikahan boleh dibatalkan
Tetapi meski di dalam sekam, cinta tak padam.
Kepada Ayah dan Ibu Dewi sampaikan niatnya
Untuk kembali ke cinta lamanya.
Tapi apa kata mereka berdua?
Lebih baik menjanda daripada kawin beda agama!


Namun, sekarang ini Dewi berbeda,
Ia tetap sayang orang tua
Ia tetap saleh soal agama.
Tapi sikap hidup? Kini ia tegak pada pendiriannya.
Ayah menghalanginya sekuat tenaga,
Menikah beda agama hanya mengirimmu ke neraka!
Jawab Dewi, Ayah ini zaman Facebook dan Twitter
Bukan era Siti Nurbaya!
Dunia sudah berubah
Bukan manusia untuk agama
Tapi agama untuk manusia
Bagi Ayah, beda agama itu masalah.
Bagiku tidak!
Ayah memang merawat fisikku sejak kecil.
Tapi jalan hidupku bukan punya Ayah!
Ayah terkaget alang-kepalang.
Dewi yang patuh sudah tiada,
Di hadapannya berdiri Dewi yang berbeda
Betapa dunia memang sudah berubah.
Hati Dewi sudah bulat
Cintanya pada Albert memanggilnya kembali;
Terbayang era bocah
Ia menemani Albert bermain layang layang di sawah.
Maka diposkannya bunga itu ke alamat kekasihnya.
Hari berganti hari, pekan berganti pekan,
Dewi tertegun: mengapa tak kunjung ada jawaban?
Ya, ya, apakah janji sudah dilupakan?
Tibalah juga sore tak terduga itu:
Seorang ibu tua mengetuk pintu,
Dan ketika dibuka,
Astaga! Ibunya Albert rupanya.
Dipeluknya Dewi, disampaikannya berita itu.
Sejak kamu menikah,
Albert tak betah lagi di rumah.
Didakinya gunung demi gunung
Entah di negeri mana –
Seperti ada yang ingin dicarinya
Seperti ada yang ingin diprotesnya.
Dan setahun lalu aku mendapat berita
Albert, anakku laki-laki itu
Tak akan pulang kembali –
Ia meninggal di sebuah gunung

Dan dimakamkan di sana.
Suara perempuan tua itu terbata-bata
Tapi kuasa menahan air matanya.
Dan Dewi? Ia menjerit sekuat-kuatnya
Sambil memeluk ibu tua itu.
Ada pesannya, sambung ibu Albert,
Sebelum pendakiannya yang terakhir
Albert menitip surat
Yang hanya boleh disampaikan
Kalau kuntum mawar sudah kaukirimkan.
Tak sabar dengan tangan gemetar
Dibukanya surat itu,
Masih dikenalinya tulisan tangan Albert –
Tetap seperti dulu.
Dewi, tulis Albert,
Mungkin sudah kaukirim kembali
Bunga kering itu sekarang.
Tapi yang akan kauterima
Hanya surat ini.
Aku tak berniat mengingkari janji!
Aku sekarang mungkin di alam lain
Dan janjiku tetap seperti dulu:
Cintaku hanya untukmu
Yang tak sampai hanya karena kita beda agama.
Dipeluknya surat itu
Diciumnya hingga basah oleh air mata
Hatinya menjerit
Melolong sampai jauh, jauh sekali…

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS
Read Comments